Popular Post

CerPen... ( 03 )

By : IGD

HAPPY ENDING

Sejatinya, ini adalah catatan akhir sekolah yang kubuat sebagai kado untuk kalian. Maunya, cerita-cerita sendu yang bakal mengurai banyak air mata haru karena kita akan meninggalkan masa-masa sekolah (aminn). Eh, malah jadinya cerita fiksi yang ga bener banget. Haha, maaf ya kawan-kawan. Yuk baca, moga-moga asik.. tolong komentarnya juga ya. . . Terima kasih sebelumnya!!!.

Sabtu, 12 Februari 2011
Suasana sekolah, menyeramkan.Tak ada siswa kelas XII yang berkeliaran. Terutama di Lorong kelas XII. Sepi, bak tanpa penghuni. Aku berdiam diri sendiri disini mengamati keadaan sekolahku. Aku melihat anak-anak kelas X yang menunduk hormat karena ada senioritas dari kelas XI di lapangan tengah. Si Anak kelas XI membentak adik kelasnya itu, lalu memerintah sesuka hati. Payahnya, si Adik tunduk hormat menuruti perintah kakaknya. Hei, mereka cuma sok senior kok. Masih sama-sama ingusan. Mereka sok karena memang ada acara penempuhan Kartu Tanda Anggota ekstra Pers Jurnalistik. Dulu, aku dan kawan-kawanku juga mengalami dua periode itu. Tersiksa dan menyiksa. Haha, lucu jika mengenangnya.
Aku bisa melihat semuanya. Apapun yang dilakukan oleh juniorku. Ada siswa yang melempar, berebut, memantul bola basket di Lorong bangunan. Tertawa, saling bercanda. Riuh ramai. Sangat bertolak belakang dari tempat aku memandang disini. Tak ada orang. Hanya beberapa siswa yang berkeliaran memanfaatkan fasilitas hotspot.
Selain sepi, keadaan sore ini juga terasa mengharu biru. Aku berspekulasi demikian karena dari pagi tadi tidak ada sinar matahari yang terasa membakar kulit. Semuanya kalem, seperti diperintahkan untuk membuat suasana demikian menyedihkan. Apalagi tidak ada kawan-kawan seangkatanku yang rela jaga sekolah seperti adik-adik kelasku itu.
Aku memperhatikan adik kelasku lagi. Anak-anak kecil itu sedang mempersiapkan kelas untuk lomba kebersihan antar kelas. Mereka kompak. Dulu kami juga begitu. Sekarang, tak ada yang perduli. Semua sibuk dengan belajarnya. Well, Aku juga seperti itu. Bel pulang berbunyi, lorong kelas XII sepi. Itu kenyataanya.
Menakutkan. Ketika nanti Aku mendapati kenyataan bahwa di Lorong yang panjang ini, Aku melihat banyak anak yang berkeliaran. Bukan kami. Tapi anak-anak kecil itu, pengganti kami. Bukannya aku ingin terus berseragam abu-abu, tapi aku sulit melepaskan aturan-aturan yang sudah terlanjur melekat di kebudayaan hidupku selama empat belas tahun terakhir. Ya, itu adalah saat dimana Aku berada di bangku sekolah.
Aku menegakkan punggung lalu menghirup nafas dalam-dalam. Hujan akan segera turun. Angin bertiup sangat keras. Burung-burung berkicauan. Daun kering pohon kelengkeng terbang tertiup angin jatuh ke teras kelas. Indah. Aku memutuskan untuk pulang ke Rumah.

* * *
“Lari lari lari,” teriak bapak ibu guru tatib. Mereka adalah guru-guru penghukum siswa yang terlambat. Selalu siap sedia di lobi depan sebelum bel berbunyi. Tegap, sigap dan membuat siswa megap-megap kehabisan nafas.
“Lari..,” Pak Dahlan berteriak menyuruh kami, golongan orang-orang yang terlambat untuk segera berlari. Aku termasuk didalamnya.
Ada banyak bapak ibu guru tatib. Diantaranya, Bu Nurlaili, Bu Hindun, Pak Dahlan, dan emm aku tak terlalu melihat karena depresi berat. Harus berlari, itu syarat supaya tidak terlambat pada jam-jam seperti ini.
Ku ikat tali sepatu kuat-kuat. Betulkan letak tas dan kerudungku. Tarik nafas dalam-dalam. Kerahkan segenap kekuatan yang ada lalu lari dengan penuh tenaga. Kurasa Aku sudah bisa mengalahkan kecepatan lari seekor cheetah, hewan tercepat di Dunia. Aku menerobos barisan barikade bapak-ibu guru tatib, lalu masuk gerbang. Lolos, yeah.
Aku berjalan menuju ruang kelasku. Tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Kelasku tepat berada di tengah-tengah lorong. Aku melewati banyak ruangan kelas sebelum mencapai kelasku. Aku masih tetap berlari jika tidak melihat banyak anak berkeliaran, ini sudah masuk apa belum sih. Aku sudah negative thinking. Karena aku berfikir bahwa ini belum bel. Feeling-ku ternyata benar karena beberapa detik kemudian…
TEET.TEET.TEET.
“Wealahhh,” Tepat saat aku berada didepan ruang guru, bel berbunyi. Sudah ngos-ngosan begini ternyata baru bel. Menyebalkan, memang. Tapi apa boleh buat, yang sabar aja yah!. Makanya kalau berangkat pagian, batinku. Aku tersenyum sendiri.
* * *
Lantunan ayat suci Al-Qur’an beralun keseluruh penjuru sudut sekolah. Hemm, ini yang sulit ditemui diluaran sana. Aku menuju kursiku, lalu ikut melantunkan ayat suci Al-Qur’an bersama dengan teman-temanku kelas XII-IPA 2. Sudah dua tahun ini kami berada di kelas ini. Mereka bukan teman yang baik. Lihat, sudah waktunya membaca Al-Qur’an begini malah membuka bungkusan nasi. Ha ha. Mereka teman yang lebih dari baik kok. Gawat darurat abis. Makanya, nama kelas kami IGD. Singkatan dari Ipa Gang Dua. Ciptaannya Bang Jack, salah satu penduduknya IGD juga.
* * *
“Assalammu’alaikumm…,” Bu Diah, guru biologi kami, sekaligus wali kelas kami memberi salam mengawali pelajaran.
“Wa’alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh.. Bismillahirrohmanirrohiim” Sahut kami, ini kebiasaan di sekolah kami, membaca basmallah sebelum mengawali pelajaran.
“Ada PR nak?” Tanya Bu Diah.
“Tidak ada Bu…,” Jawab kami berbarengan. Eh, itu tadi jawaban bohong yang sudah kami rancang sepulang dari solat dhuhur tadi lo!. Karena memang belum mengerjakannya semua. Kejadian ini tak akan bertahan lama karena ada beberapa siswa yang mempunyai tingkat kejujuran yang tinggi akan mengatakan yang sebenarnya.
“Ada Bu… .,” Teriak Harys jujur. Ini anak pasti sudah mengerjakan PR.
“Oh iya.. ada yang kemarin itu lo nak.. Yang belum mengerjakan siapa?” Tanya bu
Diah.
Kami yang belum mengerjakan dengan semangat mengacungkan tangan. Separuh dari siswa kelasku mengangkat tangan. Lhoh, kok cuma sedikit, katanya tadi pada belum ngerjain. Ah curang nih anak-anak. Tenang, ini tidak akan bertahan lama kok. Biasanya kalau seperti ini PR tidak akan dinilai karena akan dibahas bersama.
“Ya sudah..,” Kata Bu Diah. Ya Allah tolong kabulkan doa kami. PR tidak dinilai. Amin.
“Yang belum mengerjakan PR silahkan keluar dari kelas dan mengerjakan PR di Perpustakaan ditambah merangkum reaksi gelap dan terang fotosintesis,” Lanjut Bu Diah. What!!??. Ah, dugaanku salah nih.
“Tapi Bu..,” Kata Aisyah, orang yang paling suka protes.
“Tidak ada tapi-tapian. silahkan, keluar kelas,” terang bu Diah.
Aisyah, Aku, Defrizal, Rosyi, Nafia, Sigit, Desinta, Idhoh, Duandy, Rina, Yuslisul, Tika, Yuni, Ilhaam, Reni, Intan dan Rahmat keluar kelas. Selain kami, tidak ada yang keluar kelas.
* * *
Aku mencari referensi untuk tugasku. Aku mencari buku yang tebalnya lebih dari lima senti. Judulnya, aku lupa. Pokoknya, yang warna hijau. Lalu mengerjakan tugas bersama kawan-kawan sependeritaanku. Orang-orang yang menghindari tanggung jawab. Dasar pemalas, pikirku. Kalian ini mau jadi apa di beri tugas sedikit saja tidak dikerjakan. Kalu sudah jadi orang nanti, apa yang kalian lakukan untuk masyarakat ha?. Apa malah korupsi?. Negara kita tidak akan bisa maju jika pemudanya seperti kalian ini. Lain kali dikerjakan ya PR-nya. Aku tersenyum. Dasar sok menggurui. Aku tak ada bedanya dengan anak-anak ini. Haha.
Ada sekitar dua puluh kantung beras tergantung di mataku. Aduh, ngantuk. Padahal aku masih dapat lima baris.
“Pada fotofosforilasi non siklis dihasilkan…… uwahmm”, Kataku terbata-bata. Lalu diam.
“Dil, ngantuk ya? Jalan-jalan yuk”. Suara Nafia mengagetkanku. Dia berdiri disamping mejaku dengan berkacak pinggang, kakinya dibuka lebar, lalu kerudungnya berkibar. Kayak superman aja, haha.
“Kemana? tugasku belum selesai nih” Jawabku.
“Santai aja ah, Ikut nggak? Banyak kok yang ikut, ada Aisyah, Defrizal, Idhoh, Yuslisul, Aku, Rosyi, Reni, kau ikut?”, tanyanya meyakinkanku.
Aku diam.
Yuslisul langsung menarik tanganku begitu saja keluar dari Perpustakaan. Tanpa memakai sepatu, aku dan teman-temanku berkeliling sekolah, mengendap-endap. Kami mendatangi gudang yang tidak terpakai dibelakang laboratoriumnya pak Mujarno.
Pintu masuknya sudah reyot, tidak ada pintu, Cuma kelambu, sangat kotor. Ada banyak baju yang berserakan, juga kotor. Ada lemari, meja, kursi, dipan, semuanya kotor dan dipenuhi sarang laba-laba.
TOK.TOK.TOK.
Ada suara yang mengagetkanku yang berasal dari…… emm aku tidak tahu. Aku berkeliling mencari asal suara itu. Aku membayangkan ada sebuah peti yang isinya adalah Dementor. Berterbangan, tidak mempunyai wajah, menghisap semua kebahagiaan, semua menjadi membeku lalu kebahagiaan itu hilang. Helloo, itu tidak mungkin terjadi, dementor itu kan Cuma hidup di dunianya Harry Potter. Aku melamun lagi. Apakah ini Mummi seperti yang ada di Mesir? Tidak mungkin juga.
Aku melihat keseluruh ruangan. Dan, ahaa itu dia asal suaranya. Sebuah peti sebesar meja kerjanya tuan krab. Aku bergidik.
“Yus..”, teriakku memanggil Yuslisul.
“Nyapo??” tanyanya.
Aku menunjuk kearah peti. Yuslisul memanggil kawan yang lain untuk melihat peti. Tidak bisa dibuka. Akhirnya, Aisyah dan Idhoh mengambil kayu yang berserakan untuk membuka peti itu dengan metode tuas. Berhasil. Peti itu terbuka. Lalu, keluar dari dalamnya laba-laba yang sangat besar, lebih besar daripada Aragog, laba-laba di filmnya Harry potter.
“Aaaarrggghhhhhh……,” Rosyi berteriak hebat. Dia itu mengidap Spiderophobia. Rosyi pingsan melihat laba-laba itu. Kami mengangkat Rosyi.
Aku tidak heran dengan ekspresi Rosyi. Dulu, saat kelas satu Aku pernah menakut-nakutinya dengan laba-laba. Aku memang sedikit jahil. Akibatnya, dia menangis hebat dan marah. Sudah tiga tahun berlalu pun dia masih ingat.
Kami berlari keluar dari gudang itu. Kami bersembunyi di laboratorium kimia yang sedang terbuka. Kami masuk kedalamnya. Bu Dewi sedang menunjukkan proses eksoterm dari magnesium jika dicampur dengan asam klorida. Bu Dewi ikut kaget melihat kami berlari dengan wajah merah padam ditambah dengan Rosyi yang sedang pingsan.
“Idhoh ketinggalan di Gudang,” Kata Aisyah bernafas dengan terengah-engah lalu merebut kursi dari anak kelas XI yang sedang praktek kimia.
“Apa, aduh, bagaimana ini, ka kalau dimakan laba-laba itu bagaimana atau air liurnya mengandung HCl yang langsung membakar tubuh Idhoh,” Defrizal ketakutan.
“Huss ojo ngono to!”, kata Yuslisul menenangkan. “Naf, ayo marani Idhoh,” Lanjutnya. Yuslisul suka memakai bahasa Embah-nya.
Nafia yang biasanya sangat penakut, hari ini terlalu pemberani. Dia tidak terlihat takut seperti halnya Aku. Dia langsung mengangguk lalu bergegas keluar bersama Yuslisul.
“Jangan….,” teriakku. Lalu kuhentikan karena tidak ada gunanya. Mereka sudah keluar.
Tinggal kami berlima yang berdiam diri. Bu Dewi masih kebingungan melihat kami. Kami yang diajak bicara pun hanya menunjukkan wajah shock yang tidak bisa diajak bicara. Pikiran kami sama. Laba-laba setinggi tiga kaki. Mata fasetnya melihat kami dengan tatapan yang menusuk seperti hidangan yang tinggal santap. Kakinya berbulu sangat banyak. Di bulu-bulunya itu berdiam belatung berwarna hitam yang gemuk-gemuk. Pantas saja Rosyi langsung pingsan.
“Uhhuuk..” Rosyi terbatuk sadar. Aku membantunya duduk. Lalu menyuruhnya untuk tetap di Laboratorium.
Defrizal mengajak Aisyah, Aku dan Reni menyusul Nafia dan Yuslisul ke Gudang. Sepertinya, dia ikut khawatir
Jarak antara laboratorium dan gudang itu tidak terlalu jauh. Kami hanya butuh beberapa detik untuk menacapai gudang. Disepanjang jalan kami terus berdoa untuk keselamatan ketiga teman kami.
“Bismillahirrohmanirrohiim..” Kata Aisyah memasuki gudang.
“Mana Laba-laba itu?” Tanya Defrizal.
Tiba-tiba ada suara yang mengagetkan bergerak dari belakang lemari besar yang ada di ujung gudang. Suara itu semakin keras. Lalu ada suara langkah kaki bergerak menuju arah kami. Aku bergerak mundur. Suara itu semakin mendekat, sekitar ada delapan orang yang melangkah.
“Ada apa kalian kemari?” Suara seorang perempuan. Semakin lama semakin mendekat lalu terlihatlah wajahnya.
* * *
Itu Intan. Teman kami juga. Dibelakangnya ada banyak lagi. Mereka, Sigit, Desinta, Duandy, Rina, Tika, Yuni, Icha, dan Rahmat. Dugaanku sedikit meleset. Ada sembilan orang disini.
“Ternyata kalian? kalian juga ikut? Tadi kenapa tidak mau?” Reni bertanya kepada segerombolan kawan didepan kami.
“Apa? ulangin lagi dong. Pede banget lo! Siapa juga yang mau ikutin kalian, harusnya gue yang nanya, kenapa kalian disini. Hanya kami bersembilan yang boleh datang kemari. Apa kalian yang sudah membebaskan peliharaan kami itu?” Sanggah Rahmat.
“Hei, ada apa ini?”, Tanya Defrizal.
“Kau juga ikut deffy? pergi noh sama nyokap lo jadi sinden ha ha ha!”, teriak Rina lalu terbahak.
Mereka semua yang ada disini adalah teman-temanku yang juga belum mengerjakan PR. Tadi semuanya ada di Perpustakaan. Cepat sekali mereka sampai disini.
“Kalian yang melepaskan Violette? Kurang ajar, dasar tidak tahu diri,” tambah Icha.
“Apa-apaan ini?, Desinta!!” teriak Aisyah lalu membentak Desinta, sahabat karibnya. Desinta hanya memicingkan mata, mengejek Aisyah.
“Ah, kenapa kau berteriak begitu ‘is, ini kan aku temanmu. Oh, lebih tepatnya mantan teman. Bye bye Ais,” Balas Desinta dengan nada yang lembut sambil melambai-lambaikan tangannya.
“Maaf, Violette itu siapa ya?” tanyaku memecah emosi teman-teman.
“Kau tanya siapa Violette, La?” sambut Intan. Lalu berputar kebelakang dengan bertumpu pada kaki kirinya. Dia menjetikkan tangan, isyarat untuk Yuni supaya menerangkan siapa Violette.



-BERSAMBUNG-
Tag : ,

Maafkan Aku

By : IGD
Belum sempat dijerat kegelapan
Kegelapan
ku
Membunuh asa dalam dirimu
Lupa jika saat itu
Identitas menjadi batas-batas embun merangkak

Kau yang masih putih
Menangis karena kegelapanku
Berhiaskan keputusan saling melepaskan
persahabatan

Aku sedih
Maafkan Aku,
Maafkan Aku,
-toha-
3 maret 2012
Tag : ,

Ingatkah?

By : IGD

Aku masih ingat waktu itu
Dua tahun lalu
Kamis, 12 November 2009
22 dzulqo’dah 1430
Pagi ini
saat kelas lain membaca Al Qur’an dangan kidmad
Sigit barmain laptopnya Sinad
Apes, Bu Nur Laili la kok Lewat
Laptop langsung kana sikat
Lalu saat pelajaran Pak Aruji
Kita kelilingi lapangan 5 kali!!!
Aduh, kita mrngeluh pegal berhari-hari
Lalu saat pelajaran mulok
Kita masak-masak
Kau ingat yang kita masak, Nak?
Kita irisi buah-buah menjadi rujak
Setelah dzuhur...
Ada yang haboh di aula
Ada apa ?
Ada Intan, Rosyi, Nafia, Yuni dan Aldila yang mendrama
Sungguh luar biasa
Miss Zidni: “Best Performance!”
Lalu muncul Sobat-sobatku yang lain
Zen, Jecky, Rahmat dan Sinad
Drama paling canggih
Begini kutipan di bukuku:
“ Drama paling canggih (menggunakan laptop) dan paling konyol
tak menduga kalau sinad jadi algojo
tak menduga kalau Zen jadi Putri salju
tak menduga kalau Rahmat jadi ibu suri
tak menduga kakau Jack ternyata cermin ajaib”
Aku masih bisa mendengar tawa-tawa itu
Hingga kini kan selalu teringat di hati
Malang, 12 Novembar 2011
tobi
Tag : ,

Daman's

By : IGD
Kedamaian dan ketentraman purnama dalam langit malamnya
Kedamaian dan ketentraman bayi dalam dekapan ibunya
Kedamaian dan ketentraman sufi dalam kefanaan wushulnya
Kedamaian dan ketentraman hati dalam kerelaan pemiliknya
Adalah bagian dari percikan rahmatMu
Wahai Sang Mahapemberi Kedamaian dan ketentraman
Percikkanlah kedamaian dan ketentraman di kalbu kami
Wahai Sang Mahapemberi rasa aman
Berilah kami rasa aman dariMu dalam ridhaMu
Bukan rasa aman yang meninabobokkan
penyembah sorga dalam ibadahnya
Bukan rasa aman yang meninabobokkan
penyembah dunia dalam kehidupannya
Daman at 11/11/11
Tag : ,

mum Sur

By : IGD
Dan.....
Dan bila esok,,,,,
Datang kembali seperti sedia kala dimana kau bisa bercanda...
Dan perlahan kau pun lupakan q, mimpi burukmu dimana telah q tancapkan duri tajam, kau pun menangis, menangis sedih ,,,,
maafkan aku..........
Dan bukan maksud q, bukan ingin q melukaimu......
Sadarkah kau disini q pun terluka melupakan mu, menepikan mu...
Maafkan q, lupakanlah saja diri q bila itu bisa membuatmu kembali bersinar dan berpijar seperti dulu kala,,,,,,
Caci maki saja diri q bila itu bisa membuatmu kembali bersinar dan berpijar seperti dulu kala.....

SO7
-Dari Mam Sur-
Tag : ,

- Copyright © - IGD - - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -